Tokoh-Tokoh
yang Menganut Teori Behavioristik
Teori
belajar behavioristik
adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Adapun tokoh-tokoh yang
menganut teori Behavioristik adalah sebagai berikut :
1.
Edward
Lee Thomdike (1874-1949 )
Menurut Thomdike belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan
respon (R). Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar
diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon perlu
adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha (trials)
dan kegagalan (error) terlebih dahulu.Oleh karena itu teori belajar ini sering
disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thomdike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara
stimulus dan respon mengikuti hukum-hukum betikut:
- Hukum kesiapan yaitu semakin
siap organisme memperoleh perubahan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
- Hukum akibat yaitu hubungan
stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
- Hukum latihan yaitu semakin
sering tingkah laku diulang maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
2.
Ivan
Petrovich Pavlov ( 1849-1936 )
Ivan Petrovich Pavlov meraih penghargaan Nobel dalam bidang psikology
or medicine pada tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat
mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Classic conditioning
(pengkondisian ) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya
terhadap anjing , dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus
bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Pavlov mengadakan operasi leher pada seekor anjing sehingga kelihatan kelenjar
air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan maka akan keluarlah
air liurnya. Kini sebelum makanan diperlihatkan maka yang diperlihatkan adalah
sinar merah terlebih dahulu baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan
keluar juga. Dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan , sementara individu tidak menyadari bahwa
ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya
3.
Burrhus
Frederic Skinner ( 1904 -1990 )
Burrhus Frederic Skinner dikenal sebagai tokoh behavioris
dengan pendekatan model instruksi langsung (directed instruction ) dan meyakini
bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning.Operant
conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operan ( penguatan positif
atau negative ) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.Berdasarkan berbagai percobaan
pada tikus dan burung merpati , Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam
belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus – respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan menjadi dua yaitu penguatan positif yang
berupa hadiah, perilaku atau penghargaan dan penguatan negative yang berupa
menunda / tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang.
Prinsip belaja Skinner antara lain :
- Hasil belajar harus segera
diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan , jika benar diberi
penguat
- proses belajar harus mengikuti
irama dari yang belajar
- Materi pelajaran digunakan
system modul
- Dalam proses pembelajaran tidak
digunakan hukuman
- Tingkah laku yang diinginkan
pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya
jadwal variable rasio reinforcer
- Dalam pembelajaran digunakan
shaping
4.
Robert
Gagne ( 1916-2002 )
Menurut Robert Gagne, belajar dimulai dari paling sederhana
(belajar signal) dilanjutkan pada yang lebih kompleks sampai pada tipe belajar
yang lebih tinggi dan prakteknya tetap mengacu pada asosiasi stimulus-respon.
5.
Albert
Bandura (1925- masih hidup sampai sekarang )
Teori belajar social Bandura menunjukkan pentingnya proses
mengamati dan meniru perilaku, sikap, dan reaksi emosi orang lain. Teori
Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai
pendidikkan secara masal.
Aplikasi Teori Behavioristik
Terhadap Pembelajaran Siswa
- Guru menyusun bahan pelajaran
dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus
dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru
- Guru tidak banyak memberikan
ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik
dilakukan sendiri maupun simulasi
- Bahan pelajaran disusun secara
hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks
- Pembelajaran berorientasi pada
hasil yang dapat diukur dan diamati
- Kesalahan harus segera
diperbaiki
- Pengulangan dan latihan
digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan
- Evaulasi atau penilaian
didasari atas perilaku yang tampak.
Tokoh-Tokoh
yang Menganut Teori Kognitivisme
Pada
teori belajar kognitivisme, belajar
adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh
pemahaman. Tujuan dan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir
internal yang terjadi selama proses belajar. Menurut
teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi
dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk
struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila
materi pelajaran yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa. Tokoh-tokoh dan teori yang mendukung kognitivisme adalah:
1.
Piaget (Teori Perkembangan Kognitif)
Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Teori ini membahas munculnya dan
diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi
lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh
cara baru dalam merepresentasikan informasi
secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme
(yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan
kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan
kognitif melalui tindakan yang termotivasi
dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget
memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui
empat tahap utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring
pertambahan usia:
·
Tahap
sensorimotor
·
Tahap
praoperasional
·
Tahap
operasional konkrit
·
Tahap
operasional formal
Seorang
individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan
berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori
pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga
menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam
memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema
mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan
tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi
yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti
skema yang sebelumnya ada. Perubahan skema tersebut meliputi :
·
Asimilasi yaitu proses menambahkan informasi
baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena
seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang
diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.
·
Akomodasi yaitu bentuk penyesuaian lain yang
melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang
tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi
pemunculan skema yang baru sama sekali.
·
Equilibrium yaitu berupa keadaan seimbang
antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Melalui proses
asimilasi dan akomodasi, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang
sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian
tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan seimbang.
Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai
dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. Dengan demikian, kognisi
seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif
tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
2.
Robert
Gagne (Teori Pemrosesan Informasi)
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan
hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran
terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi
terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi
eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang
diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses
pembelajaran meliputi delapan fase yaitu:
·
Motivasi
·
Pemahaman
·
Pemerolehan
·
Penyimpanan
·
Ingatan
kembali
·
Generalisasi
·
Perlakuan
·
Umpan
balik
3.
Bruner
Proses belajar lebih ditentukan oleh
karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur
siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
·
Enaktif (aktivitas)
·
Ekonik (visual verbal)
·
Simbolik
Bruner membedakan dua proses yang berkaitan dengan
kategori yaitu:
·
Pembentukan konsep (mempelajari konsep
yang berbeda)
·
Konsep tingkat (mengenali sifat yang
menentukan kategori)
Bruner berpendapat bahawa pembentukan konsep
merupakan proses yang terjadi pada anak umur 0-14 tahun, sementara konsep
konsep tingkat terbentuk pada usia 15 tahun atau lebih. Konsep dibagi
dalam tiga kategori yaitu:
·
Konsep konjungtif: Konsep ini merujuk kepada konsep yang mempunyai beberapa bagian yang
tergabung dan tidak terpisahkan ataupun terkurangkan. Apabila salah satu bagian
ini diabaikan, maka, konsep tersebut menjadi kurang lengkap.
·
Konsep disjungtif: Konsep ini merujuk pada bagian-bagian yang tergabung di dalam suatu
konsep dan ini boleh digunakan dalam satu situasi ataupun situasi yang
lain.
·
Konsep hubungan: Konsep ini merujuk pada hubungan khas antara satu sama lain yang
terwujud diantara bagian-bagian tersebut. Kebanyakkan hubungan ini terdiri dari
bagian-bagian yang mengandungi masa dan ruang.
Selain itu Bruner berpendapat bahwa fungsi konsep
utamanya adalah menyusun informasi pada sifat-sifat umum bagi suatu kumpulan
objek atau gagasan, dengan tujuan agar lebih ringkas, mudah difahami, mudah
dipelajari dan mengingatnya. Bruner juga berpendapat bahwa bahasa merupakan
medium yang penting dalam perkembangan kognitif manusia. Bruner mempercayai
bahwa manusia memulai tindakan sebagai usaha memahami alam sekitar, dan apabila
tindakan tidak mencukupi, ia akan beralih pada penggunaan gambar atau simbol
yang mana bahasa sangat memainkan peranan.
4.
Ausubel
(Teori Belajar Bermakna)
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan
potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti
Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama
mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka
banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat
pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu.
Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan,
peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Proses
belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya
dengan pengetahuan baru. Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
·
Memperhatikan stimulus yang diberikan
·
Memahami makna stimulus menyimpan dan
menggunakan informasi yang sudah dipahami.
5.
Teori
Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang
menjelaskan proses persepsi
melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi
yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt
beroposisi terhadap teori strukturalisme.
Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi
bagian-bagian kecil. Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max
Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung
mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Teori gestalt banyak dipakai dalam proses desain dan cabang seni rupa
lainnya, karena banyak menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk.
Persepsi jenis ini bisa terbentuk karena:
·
Kedekatan
(proxmity); bahwa
unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
·
Kesamaan
(similarity); bahwa sesuatu
yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling
memiliki.
·
Arah
bersama (common direction); bahwa
unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan
dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
·
Kesederhanaan
(simplicity); bahwa orang
cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler
dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
·
Ketertutupan
(closure) bahwa orang
cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak
lengkap.
Faktor inilah
yang menyebabkan kita sering bisa merasakan keteraturan dari pola-pola yang sebenarnya acak. Misalnya saat
seseorang melihat awan, dia dengan mudah bisa menemukan bentuk muka seseorang.
Hal ini disebut pragnan.
Tokoh-Tokoh
yang Menganut Teori Konstruktivisme
Asal kata konstruktivisme
adalah “to construct” yang artinya membangun atau menyusun. suatu teori
belajar yang menenkankan bahwa para siswa sebagai pebelajar tidak menerima
begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif
membengun pengetahuan secara individual. Menurut Von Glasersfeld (dalam
Anggriamurti, 2009) bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan)
kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu
berinteraksi dengan lingkungannya.
Teori Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran
yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang
memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara
stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya
sesuai dengan pengalamanya. Adapun tokoh-tokoh yang menganut teori
konstruktivisme adalah sebagai berikut :
1.
Jean Piaget
Piaget yanng
dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa penekanan teori
konstruktivisme ada pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang
dibangun dari realitas lapangan (prakitek). Peran guru dalam pembelajaran
adalah sebagai fasilitator atau mediator.
Unsur - unsur
teori konstruktivisme :
·
Skemata
adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dab terus
mengalami perkembangan mental dalam beradaptasi dengan lingkungan dan
berinteraksi dengan lingkungan.
·
Asimilasi
adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan presepsi atau
pengalaman lamanya dengan pengetahuan atau pengalaman yang ia dapatkan sehingga
membentuk pengetahuan yang baru.
·
Akomodasi
adalah proses pembentukan skema dari pengetahuan yang ia baru dapatkan.
·
Ekuilibrasi
adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
·
Diskuilibrasi
adalah ketidakseimbangan antara asimilasi dan akmodasi.
2.
Vygotsky
Dalam teorinya vygotsky menyatakana bahwa
siswa dalam mengkosnstruksi suatu konsep, perlu memperhatikan lingkungan
sosial.
Hakikat anak menurut teori Konstruktivisme,Piaget mengemukakan
bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan
melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa
jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan
tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999:
61).
Ada dua konsep
penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal
Development (ZPD) dan scaffolding.
·
Zone
of Proximal Development
(ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah
di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat
yang lebih mampu.
·
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan
kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan
dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan
masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan,
menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan
tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan yang
mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut
pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial memandang
kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika
sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing)
oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel
dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio (socio-constructivism),
siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada
pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi untuk merespon
masalah yang diberikan. Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini
sangat sesuai dengan karakteristik RME.
3.
Von Glasersfeld (dalam Doolittle dan Camp, 1999: 5)
mengemukakan tiga keyakinan (tenet) sebagai epistemologi konstruktivisme.
·
Knowledge
is not passively accumulated, but rather, is the result of active cognizing by
the individual;
·
Cognition
is an adaptive process that functions to make an individual’s behavior more viable
given a particular environment;
·
Cognition
organizes and makes sense of one’s experience, and is not a process to render
an accurate representation of reality.
Artinya
sebagai berikut :
·
Pengetahuan
tidak dihimpun secara pasif, tetapi dihasilkan melalui kognisi aktif individu.
·
Kognisi
merupakan proses adaptif yang berfungsi membuat perilaku individu lebih sesuai
pada suatu lingkungan tententu yang diberikan.
·
Mengorganisasi
kognisi dapat membuat pengertian dari pengalaman seseorang, dan bukan suatu
proses untuk menghasilkan representasi akurat dari kenyataan.
Doolittle dan Camp (1999: 5) mengacu
pada pendapat Dewey, Garisson, Larochelle, Bednarz dan Garisson, Gergen, dan
Maturana dan Varella, menambah sebuah keyakinan (tenet) pada epistemologi
konstruktivisme yang dikemukakan oleh von Glasersfeld sebagai berikut:
·
Knowing
has roots both in biological/neurological construction, and in social, cultural,
and language-based interactions.
Artinya sebagai berikut ;
·
Pengetahuan
berakar dalam konstruksi biologis/neurologis dan dalam interaksi sosial,
budaya, dan bahasa.
mantap broww
BalasHapusmantap bermanfaat sekali
BalasHapushttp://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Fbabeyudi.wordpress.com
bermanfaat...thanks
BalasHapus